This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
English to Indonesian: BIOS Setup Detailed field: Computers: Software
Source text - English BIOS (Basic Input and Output System) records hardware parameters of the system in the CMOS on the motherboard. Its major functions include conducting the Power-On Self-Test (POST) during system startup, saving system parameters and loading operating system, etc. BIOS includes a BIOS Setup program that allows the user to modify basic system configuration settings or to activate certain system features. When the power is turned off, the battery on the motherboard supplies the necessary power to the CMOS to keep the configuration values in the CMOS.
Translation - Indonesian BIOS (Sistem Input dan Output Dasar) menyimpan parameter perangkat keras dari system pada CMOS di motherboard.
Fungsi utamanya mencakup melakukan tes mandiri daya hidup selama startup sistem, menyimpan parameter sistem, dan memuat sistem operasi, dll.
BIOS mencakup program Setup BIOS yang memungkinkan pengguna mengubah setelan-setelan dasar konfigurasi sistem atau mengaktifasi fitur-fitur sistem tertentu.
Pada saat daya dimatikan, baterai di motherboard memasok daya yang diperlukan kepada CMOS demi mempertahankan nilai-nilai konfigurasi tetap di CMOS.
English to Indonesian: Instruction Manual and Replacement Parts List General field: Tech/Engineering Detailed field: Engineering (general)
Source text - English CHAPTER 1: INTRODUCTION
1.1 How to Use This Manual
This manual contains the operating and maintenance instructions for the Bauer Compressors, Inc. products listed on the front cover.
All instructions in this manual should be observed and carried out as written to prevent damage or premature wear to the product or the equipment served by it.
If your unit is equipped with nonstandard accessories and or options, supplemental information is normally included in other documentation; i.e. OEM Manuals or additional Bauer Manuals.
While every effort is made to ensure the accuracy of the information contained in this manual, Bauer Compressors, Inc. will not, under any circumstances be held accountable for any inaccuracies or the con- sequences thereof.
Translation - Indonesian BAB 1: KATA PENGANTAR
1.1 Cara menggunakan buku petunjuk ini
Buku petunjuk ini berisi petunjuk pemakaian dan pemeliharaan untuk produk-produk Bauer Compressors, Inc. yang tercantum pada halaman depan.
Semua petunjuk dalam buku petunjuk ini hendaknya ditaati dan dijalankan sebagaimana tertulis demi mencegah kerusakan maupun keausan dini pada produk atau peralatan yang terhubung dengannya.
Kalau unit milik anda dilengkapi dengan asesoris dan atau opsi non Standar, informasi tambahan biasanya terdapat dalam dokumen lain; misalnya Buku Petunjuk OEM atau Buku Petunjuk Bauer tambahan.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk memastikan keakuratan Informasi yang tercantum dalam buku petunjuk ini, Bauer Compressors, Inc. tidak akan bertanggung jawab, dalam situasi apapun, atas ketidakakuratan ataupun konsekuensi yang ditimbulkannya.
English to Indonesian: Operating and Maintenance Manual General field: Tech/Engineering Detailed field: Engineering (general)
Source text - English 1.5 Qualification and training
CAUTION:
Improper usage can lead into serious accidents or injuries! A riskless usage is only possible, as long as operation and maintenance will be performed by especially trained personnel without exception!
Qualification must require local laws and local regulations for fire brigades.
Ensure Training or qualified introduction in operating the One Seven® system.
Before operating the system in missions the personnel must be very familiarized with the handling of the system.
Practice all steps over and over again in training sessions. Single instruction sessions will not suffice.
Continuous training and instruction by experienced and well skilled specialists guarantee a safe and riskless operation.
Do not use the One Seven® system, if steps of the operation are unexplained or vague.
Translation - Indonesian 1.5 Kualifikasi dan pelatihan
PERHATIAN:
Pemakaian yang salah dapat menyebabkan kecelakaan atau cedera yang serius! Penggunaan tanpa resiko bisa dimungkinkan, selama pemakaian dan pemeliharaan dilakukan oleh personil yang terlatih secara khusus tanpa terkecuali!
Kualifikasi harus mensyaratkan hukum setempat dan peraturan setempat bagi petugas pemadam kebakaran.
Pastikan pelatihan atau pengenalan yang memenuhi syarat tentang cara mengoperasikan system One Seven®.
Sebelum mengoperasikan system ini dalam misi, personil yang bersangkutan harus sudah sangat terbiasa dengan penanganan system ini.
Semua langkah-langkah harus dilatihkan berulang-ulang di sesi pelatihan. Sesi pelatihan tunggal tidak akan memadai.
Pelatihan dan pengajaran yang terus menerus oleh spesialis yang berpengalaman dan trampil akan menjamin pengoperasian yang aman dan tanpa resiko.
English to Indonesian: Fugro Marine Services General field: Other Detailed field: Ships, Sailing, Maritime
Source text - English 4. Responsibilities and authorities
The Master has the ultimate responsibility to ensure that this procedure is implemented. Further he has the authority to implement any necessary action to enforce this procedure.
The Master has the ultimate responsibility for vessel and personnel safety during adverse weather. He is responsible for preparations made onboard the vessel before any impeding adverse weather. In conducting these preparations and in the performance of subsequent operations, he shall be supported by the onshore Project Manager and onboard Client Representative.
The Master is responsible to take actions when a gas blow out occurs when working close to an offshore installation.
The OOW is responsible for training in the competent use of the gas monitor as part of the emergency contingency training.
Every individual is responsible to raise the alarm when detecting H2S.
Every person is to inform immediately the Master or responsible officer in case of an (probable) oil spill.
Translation - Indonesian 4. Tanggung jawab dan wewenang
Nahkoda kapal mempunyai tanggung jawab tertinggi untuk memastikan bahwa prosedur ini diimplementasikan. Bahkan, dia memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan apapun yang diperlukan demi menegakkan prosedur ini.
Nahkoda kapal memiliki tanggung jawab tertinggi atas keselamatan kapal dan personilnya selama cuaca buruk. Dia bertanggung jawab atas persiapan yang dilakukan di atas kapal sebelum terjadinya cuaca buruk apapun. Dalam melakukan persiapan ini dan pelaksanan operasi yang menyertainya, dia harus didukung oleh Manajer Proyek di darat dan Perwakilan Klien di atas kapal.
Nahkoda kapal bertanggung jawab untuk mengambil tindakan pada saat terjadi semburan gas liar ketika sedang bekerja dekat instalasi lepas pantai.
OOW bertanggung jawab untuk pelatihan di bidang penggunaan monitor gas yang kompeten sebagai bagian dari pelatihan kontingensi keadaan darurat.
Setiap individu bertanggung jawab untuk menaikkan kewaspadaan sewaktu mendeteksi H2S.
Setiap orang harus segera memberitahu Nahkoda kapal atau petugas yang bertanggung jawab pada saat terjadinya (dicurigai) tumpahan minyak.
English to Indonesian: Product Registration General field: Law/Patents Detailed field: Chemistry; Chem Sci/Eng
Source text - English The described contents are based on generally available information and in-house information. This does not mean that all chemical and technical information at the present time are included. Thus, no guarantees are made. Furthermore, the precautionary items provided are only for normal handling. Keep in mind that these precautions may not necessarily be applicable for special handling.
Translation - Indonesian Isi dijelaskan didasarkan pada informasi umum yang tersedia dan informasi dalam. Ini tidak berarti bahwa semua informasi kimia dan teknis pada saat ini sudah disertakan. Dengan demikian, tidak ada jaminan yang dibuat. Selanjutnya, barang-barang pencegahan yang tersedia hanya untuk penanganan normal. Perlu diingat bahwa tindakan pencegahan ini belum tentu berlaku untuk penanganan khusus.
English to Indonesian: MINISTERIAL REGULATION OF General field: Law/Patents Detailed field: Government / Politics
Source text - English MINISTERIAL REGULATION OF
MARINE AFFAIRS AND FISHERIES OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA
NUMBER 35/PERMEN-KP/2015
CONCERNING
HUMAN RIGHTS SYSTEM AND CERTIFICATION IN FISHERIES BUSINESS
BY THE GRACE OF GOD ALMIGHTY
MINISTER OF MARINE AFFAIRS AND FISHERIES OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,
Considering: a. whereas in order to establish fisheries management that is fair, provides
legal certainty, beneficial, and in harmony with the principle of sustainable development as provided for in Law Number 31/2004 concerning Fisheries, as amended by Law Number 45/2009, there needs to be Human Rights System and Certification in Fisheries Business;
b. whereas human rights violation is still found in Fisheries Business
activities, namely, among others trafficking in persons, forced labor, child labor, and work conditions standard that is not in line with the legislations pertaining to human rights and manpower;
c. whereas pursuant to the consideration as referred to in letter a and letter
b, it is necessary to enact a Ministerial Regulation of Marine Affairs and Fisheries concerning Human Rights System and Certification in Fisheries Business;
Bearing in mind: 1. Law Number 39/1999 concerning Human Rights (State gazette of the
Republic of Indonesia of 1999 Number 165, inserted in the State gazette of the Republic of Indonesia Number 3886);
2. Law Number 31/2004 concerning Fisheries (State gazette of the
Republic of Indonesia of 2004 Number 118, inserted in the State gazette of the Republic of Indonesia Number 4433) as amended by Law Number 45/2009 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2009 Number 154, inserted in the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 5073);
3. Law Number 39/2008 concerning State Ministry (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 2008 Number 166, inserted in the State gazette of the Republic of Indonesia Number 4916);
4. Presidential Regulation Number 63/2015 concerning marine Affairs and
Fisheries Ministry (State gazette of the Republic of Indonesia of 2015 Number 111);
5. Ministerial Regulation of Marine Affairs and Fisheries Number
23/PERMEN-KP/2015 concerning the Organization and Work Structure of Ministry of Marine Affairs and Fisheries (State Gazette of the republic of Indonesia of 2015 Number 1227);
HAD DECIDED:
To enact: MINISTERIAL REGULATION OF MARINE AFFAIRS
AND FISHERIES CONCERNING HUMAN RIGHTS SYSTEM AND CERTIFICATION IN FISHERIES BUSINESS.
CHAPTER I
GENERAL PROVISION
Section 1
For the purpose of this Ministerial Regulation:
1. Fisheries shall mean all activities having to do with the cultivation and exploitation of fisheries resources and the environment thereof starting from preproduction, production, processing up to marketing, implemented in a system of fisheries business.
2. Human rights hereinafter abbreviated to HR shall mean a set of rights attached to the nature and existence of human as a creature of God Almighty and it is a gift that must be respected, upheld and protected by the state, law, government and everyone for the honor and protection of human dignity.
3. HR violation shall mean all actions by an individual or group of individuals including state apparatus both intentionally and unintentionally or negligence that unlawfully diminish, oppress, limit, and or revoke the human rights of an individual or group of individuals guaranteed by the law concerning HR, and who do not or may not obtain fair and total legal restitution under the prevailing legal mechanism.
4. Fisheries Business shall mean activity carried out through a fisheries business system that encompasses preproduction, production, processing, and marketing.
5. Fisheries Vessel shall mean a ship, boat, or other floatation devices used for fish catching, supporting fishing operations, fish transporting and fish processing.
6. Fisheries Entrepreneur shall mean an individual that carries out business in the field of fisheries.
7. Worker shall mean any individual that works by receiving wage or other forms of compensation from a Fisheries Entrepreneur.
8. Fisheries Ship Crew shall mean any individual that works on board a Fisheries Vessel by receiving wage or other forms of compensation.
9. Captain shall mean the highest leader in a vessel and the one holding a certain authority and responsibility pursuant to the provisions of legislation.
10. Fishing master shall mean a Fisheries Vessel Crew with competence in identifying fishing zone, planning responsible fishing operations and reporting fishing activities.
11. Surrounding Community shall mean the community that lives around the environment of the activities and operations of a Fisheries Entrepreneur and who will potentially be exposed to the impact of HR violation from the activities and operations of such Fisheries Entrepreneur.
12. HR Honoring System in Fisheries Business hereinafter abbreviated to Fisheries HR System shall mean a corporate management system to ensure the honoring of HR by Fisheries Entrepreneur.
13. HR Policy shall mean a statement containing commitment by Fisheries Entrepreneur to honor HR of the parties related to Fisheries Business activities, including Fisheries Ship Crew and the surrounding community.
14. HR Due Diligence shall mean a process carried out by a Fisheries Entrepreneur to identify, judge, prevent, mitigate, and resolve the impact of HR Violation resulted from the activities, operations and business relationship of the Fisheries Entrepreneur.
15. HR Recovery shall mean a process aimed at resolving the impact of HR Violation caused by or participatorily caused by Fisheries Entrepreneur through a judicially and non-judicially effective complaint mechanism.
16. HR Certification in Fisheries Business hereinafter referred to Fisheries HR Certification shall mean a process of judging and ensuring the compliance of a Fisheries Entrepreneur in implementing Fisheries HR System.
17. Minister shall mean a minister that administers government affairs in the field of marine affairs and fisheries.
Section 2
(1) The scope of this Ministerial Regulation shall cover:
a. Fisheries HR System; and
b. Fisheries HR Certification.
(2) The purpose of this Ministerial Regulation is to ensure that Fisheries Entrepreneur honors the HR of the parties related to Fisheries Business activities, including Fisheries Ship Crew and the Surrounding Community by preventing HR Violation and/or resolving the impact of a HR Violation that has been done.
Section 3
(1) This Ministerial Regulation shall apply to:
a. any individual, whether it be an Indonesian or a foreigner, including a Fisheries Entrepreneur that carries out Fisheries Business activities in the cultivation area of the Republic of Indonesia; and
b. any Indonesian-flagged Fisheries Vessel that carries out fishing activities in the fisheries cultivation area of the Republic of Indonesia and outside the fisheries cultivation area of the Republic of Indonesia, as well as foreign flagged fish transport vessel that carries out fisheries activities in the fisheries cultivation area of the Republic of Indonesia.
(2) Fisheries Entrepreneur as referred to in paragraph (1) shall include:
a. an individual, association, or legal entity that, based on the grosse akta (Grosse Deed), possesses Fisheries Vessel the permit of which is issued by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries;
b. an individual, association, or legal entity that rents and/or manages a Fisheries Vessel the permit of which is issued by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries;
c. an individual, association, or legal entity that owns a Fish Processing Unit;
d. an individual, association, or legal entity that carries out business activities of goods clearance in the form of fisheries products from the customs territory (territory of the Republic of Indonesia that covers land, waters, air space over them, and specified localities in the Exclusive Economic Zone and the continental shelf in which the Customs Law applies); and
e. any individual that is responsible to and/or representing parties as referred to in letter a, letter b, letter c, and letter d.
CHAPTER II
FISHERIES HUMAN RIGHTS SYSTEM
Section 4
(1) All Fisheries Entrepreneur shall be required to implement Fisheries HR System.
(2) Fisheries HR System as referred to in paragraph (1) shall include:
a. HR Policy;
b. HR Due Diligence; and c. HR Recovery.
(3) In implementing Fisheries HR System as referred to in paragraph (2), Fisheries Entrepreneur shall appoint a Fisheries HR System implementer coordinator.
Section 5
(1) HR Policy as referred to in Section 4 paragraph (2) letter a shall be made in a form of statement of commitment to comply with all of the prevailing legislations.
(2) Statement of commitment as referred to in paragraph (1) shall at least contain the Fisheries Entrepreneur’s commitment to:
a. honor HR of the parties exposed to the impact of HR Violation pertaining to Fisheries Business activities;
b. honor the rights to fair and decent work conditions, among others the rights to:
1. adequate and decent remuneration and rest time;
2. decent living standard, including accommodation, food and drink;
3. medical care;
4. social security insurance;
5. protection from occupational risks; and
6. special rights for women, children, and people with disabilities.
c. honor the work agreement for Workers and Sea work agreement for Fisheries Ship Crew with decent remuneration standard;
d. avoid practice of forced labor, in the forms of among others:
1. abuse of vulnerability;
2. fraud;
3. mobility restriction;
4. isolation;
5. physical and sexual abuses;
6. intimidation and coercion;
7. seizure of identity documents;
8. deferred wage payment;
9. shylocking;
10. ruthless work and living conditions; and
11. excessive overtime.
e. perform HR Due Diligence;
f. carry out HR Recovery; and
g. provide training in Fisheries HR System to Fisheries Workers and Ship Crew continuously.
(3) The statement of commitment as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) must be:
a. signed by Fisheries Entrepreneur and their authorized representative;
b. socialized and made available to public; and
c. made as a reference in the formulation of the company’s policy and operational procedures.
Section 6
(1) Fisheries Entrepreneur shall be required to perform HR Due Diligence as referred to in Section 4 paragraph (2) letter b, by:
a. identifying and evaluating any impact of HR Violation that had happened and will potentially happen, caused or participatorily caused by Fisheries Entrepreneur pertaining to Fisheries Business;
b. taking effective action against results of identification and evaluation of the impact of HR Violation as referred to in letter a, through relevant function and internal process, including internal assignment to resolve the impact of the HR Violation;
c. measuring the effectiveness of the HR Violation impact resolution; and
d. communicating handling results of the HR Violation impact to the stakeholders.
(2) In carrying out HR Due Diligence as referred to in paragraph (1), Fisheries Entrepreneur shall be required to conform to the compliance criteria for fisheries HR.
(3) Fisheries HR compliance criteria as referred to in paragraph (2) shall include:
a. work safety and health in Fisheries Business, taking the form of at least:
1. procedures to ensure work safety and health;
2. expert in work safety and health;
3. adequate accommodation and sufficient nutrition for Fisheries Workers and Ship Crew;
4. work equipment and gear requirements that are met by Fisheries Entrepreneur to ensure work safety and health; and
5. provision of training in safety and health for Fisheries Workers and Ship Crew;
b. recruitment system for Fisheries Workers and Ship Crew, taking the form of at least:
1. procedures ensuring the recruitment of Workers and Fisheries Ship Crew;
2. competence requirements and minimum age for Fisheries Workers and Ship Crew; and
3. work agreement and sea work agreement.
c. manpower system, taking the form of at least:
1. fulfillment of condition of collective work agreement and corporate regulation;
2. provision of occupational medical and accident insurance to workers; and
3. compliance to the social security requirement.
d. sustainable community development responsibility, taking the form of at least:
1. creation of employment for the surrounding community; and
2. improvement of living standard for the surrounding community.
e. security system, taking the form of least:
1. provision of HR training to security personnel; and
2. integration of HR elements in the security work procedures.
f. environment management system, taking the form of at least:
1. environment pollution prevention; and
2. biodiversity preservation.
g. land takeover system, taking the form of at least:
1. fulfillment of requirement to avoid forced land takeover; and
2. fulfillment of requirement for reasonable restitution.
(4) Fisheries HR compliance criteria as referred to in paragraph (3) is prescribed in the Annex that constitutes an inseparable part hereof.
Section 7
In the HR Recovery process as referred to in section 4 paragraph (1) letter c, Fisheries Entrepreneur shall be required to implement an effective mechanism and cooperate in other legal process to ensure resolution of the impact of HR Violation resulted from the operations and business relationship of the Fisheries Entrepreneur.
CHAPTER III
HUMAN RIGHTS CERTIFICATION
Section 8
(1) All Fisheries Entrepreneur shall be required to have Fisheries HR Certificate.
(2) Fisheries HR Certificate as referred to in paragraph (1) shall be provided by the Minister to the Fisheries Entrepreneur that has implemented Fisheries HR System and been declared passed the Fisheries HR Certification.
(3) Fisheries HR Certificate as referred to in paragraph (2) shall be valid for a period of three (3) years.
Section 9
(1) To protect and honor HR in Fisheries Business and carry out the Fisheries HR System and Certification, the Minister shall establish a Fisheries HR Team.
(2) Fisheries HR Team as referred to in paragraph (1) shall be responsible to the Minister.
(3) Fisheries HR Team as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall consist of elements of the ministry, non-ministerial government institution, and related non-government institution that is set up to be transparent, participative, and accountable.
(4) Fisheries HR Team as referred to in paragraph (1) shall have the tasks, responsibilities, and authorities:
a. to determine the requirements and criteria for the implementation and monitoring of Fisheries HR Certification;
b. to accredit an evaluating institution that performs the task of evaluation in the Fisheries HR Certification, an HR training institution that provides training in Fisheries HR Certification to an evaluating institution, and other supporting institutions;
c. to issue, refuse, suspend and revoke Fisheries HR Certificate to a Fisheries Entrepreneur; and
d. to perform other tasks and functions given by the Minister in order to protect and honor fisheries HR.
(5) Further provision concerning requirements and mechanism of the Fisheries HR Certification as well as the organizational structure of the Fisheries HR Team shall be stipulated by the Minister.
CHAPTER IV
TRAINING
Section 10
(1) To implement the Fisheries HR System and Fisheries HR Certification, the Ministry of Marine Affairs and Fisheries shall provide training in implementation of the Fisheries HR System and Fisheries HR Certification.
(2) The training as referred to in paragraph (1) shall be provided to:
a. Fisheries Entrepreneur, including implementer coordinator;
b. evaluation institution;
c. fisheries inspector;
d. harbormaster in the fisheries port; and
e. other related individuals and institutions.
(3) Implementer coordinator as referred to in paragraph (2) letter a shall be required to attend the training and obtain Fisheries HR System competence certificate of as referred to in paragraph (1).
(4) In providing the training as referred to in paragraph (1) and paragraph (2), the Ministry of Marine Affairs and Fisheries may appoint a training institution already accredited by the Fisheries HR Team.
CHAPTER V
MONITORING
Section 11
(1) Monitoring of the protection and honoring of HR in Fisheries Business shall be carried out by fisheries inspector, harbormaster in fisheries port, and/or other authorized officials pursuant to the legislations.
(2) In carrying out the monitoring as referred to in paragraph (1), fisheries inspector, harbormaster in the fisheries port, and/or other authorized officials shall conduct coordination with the Fisheries HR Team.
(3) results of monitoring as referred to in paragraph (1) Shall be conveyed to the Fisheries HR Team.
CHAPTER VI
PENALTIES
Section 12
(1) Any Fisheries Entrepreneur that does not have Fisheries HR Certificate as referred to in Section 8 paragraph (1), shall be punished by an administrative penalty taking the form of:
a. suspension of Fisheries Business permit, fish catching permit and/or fish transport vessel license;
b. revocation of Fisheries Business permit, fish catching permit and/or fish transport vessel license; and/or
c. recommendation to the Ministry of Manpower for revoking workforce utilization permit.
(2) Any Fisheries Entrepreneur that has Fisheries HR Certificate but violates the HR compliance criteria as referred to in section 6 paragraph (3) and paragraph (4) shall be punished by an administrative penalty taking the form of Fisheries HR Certificate revocation and penalty as referred to in paragraph (1).
(3) The imposition of penalty as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) may be announced by the Minister through electronic media and/or print media to the public.
(4) Captain or Fish Catching Expert that causes the impact of Fisheries HR Violation, as provided for herein, shall be penalized pursuant to the legislations.
CHAPTER VII
MISCELLANEOUS PROVISION
Section 13
Provision regarding the HR System and Certification in Fisheries Business defined herein may apply mutatis mutandis to Fisheries Business the permit of which is issued by the Governor.
CHAPTER VIII
CONCLUDING PROVISION
Section 14
Ministerial Regulations concerning fisheries affairs that governs:
a. fisheries business permit;
b. operation worthiness certification;
c. port clearance certification;
d. Processing Worthiness Certification and
Integrated Implementation of Quality Management Program Certification;
e. execution of the duties of fisheries surveillance; and
f. execution of the duties of harbor master in fisheries port,
shall be required to harmonize their provisions with this Ministerial Regulation by the latest within a period of one (1) year following the promulgation of this Ministerial Regulation.
Section 15
This Ministerial Regulation shall take effect as of the date of promulgation.
For public cognizance, this Ministerial Regulation shall be promulgated by inserting it in the State Gazette of the Republic of Indonesia.
Enacted in Jakarta
On this 8th day of December 2015
MINISTER OF MARINE AFFAIRS
AND FISHERIES OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,
SUSI PUDJIASTUTI
Promulgated in Jakarta
On this 10th day of December 2015
LEGISLATIONS DIRECTOR GENERAL
OF THE MINISTRY OF LAW AND HUMAN RIGHTS OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA
STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA OF 2015 NUMBER 1841
Translation - Indonesian PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35/PERMEN-KP/2015
TENTANG
SISTEM DAN SERTIFIKASI HAK ASASI MANUSIA
PADA USAHA PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pengelolaan perikanan
yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum,
memberikan manfaat, dan sesuai dengan asas
pembangunan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009, perlu adanya Sistem dan
Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan;
b. bahwa pada kegiatan Usaha Perikanan masih ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia, antara lain perdagangan
orang, kerja paksa, pekerja anak, dan standar kondisi
kelayakan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait hak asasi manusia dan
ketenagakerjaan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
3
Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha
Perikanan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111);
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG SISTEM DAN SERTIFIKASI HAK ASASI MANUSIA
PADA USAHA PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
4
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
2. Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
3. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang mengenai HAM, dan tidak mendapatkan,
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
4. Usaha Perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan
dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi
praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.
5. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung
lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan
ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pengangkutan ikan dan pengolahan ikan.
6. Pengusaha Perikanan adalah orang yang melakukan
usaha di bidang perikanan.
7. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain dari
Pengusaha Perikanan.
8. Awak Kapal Perikanan adalah adalah setiap orang yang
bekerja di atas Kapal Perikanan dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
5
9. Nakhoda adalah pemimpin tertinggi di kapal dan
mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
10. Ahli Penangkapan Ikan (fishing master) adalah Awak
Kapal Perikanan yang memiliki kompetensi dalam
mengenali wilayah penangkapan ikan, perencanaan
operasi penangkapan ikan yang bertanggung jawab serta
melaporkan kegiatan penangkapan ikan.
11. Masyarakat Sekitar adalah masyarakat yang tinggal di
sekitar lingkungan kegiatan dan operasi Pengusaha
Perikanan yang berpotensi terkena dampak Pelanggaran
HAM dari kegiatan dan operasi Pengusaha Perikanan.
12. Sistem Penghormatan HAM pada Usaha Perikanan yang
selanjutnya disingkat Sistem HAM Perikanan adalah
sistem manajamen perusahaan untuk memastikan
penghormatan HAM oleh Pengusaha Perikanan.
13. Kebijakan HAM adalah pernyataan yang berisi komitmen
Pengusaha Perikanan untuk menghormati HAM para
pihak yang terkait dengan kegiatan Usaha Perikanan,
termasuk Awak Kapal Perikanan dan masyarakat sekitar.
14. Uji Tuntas HAM adalah suatu proses yang dilakukan oleh
Pengusaha Perikanan untuk mengidentifikasi, menilai,
mencegah, melakukan mitigasi, dan mengatasi dampak
Pelanggaran HAM yang ditimbulkan dari kegiatan,
operasi dan hubungan bisnis Pengusaha Perikanan.
15. Pemulihan HAM adalah proses yang bertujuan untuk
menyelesaikan dampak Pelanggaran HAM yang
disebabkan atau turut serta disebabkan oleh Pengusaha
Perikanan melalui mekanisme keluhan yang efektif
secara yudisial dan non-yudisial.
16. Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan yang selanjutnya
disebut Sertifikasi HAM Perikanan adalah suatu proses
untuk menilai dan memastikan ketaatan Pengusaha
Perikanan dalam melaksanakan Sistem HAM Perikanan.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
6
Pasal 2
(1) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Sistem HAM Perikanan; dan
b. Sertifikasi HAM Perikanan.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memastikan
Pengusaha Perikanan menghormati HAM para pihak yang
terkait dengan kegiatan Usaha Perikanan, termasuk
Awak Kapal Perikanan dan Masyarakat Sekitar dengan
mencegah terjadinya Pelanggaran HAM dan/atau
mengatasi dampak Pelanggaran HAM yang telah terjadi.
Pasal 3
(1) Peraturan Menteri ini berlaku untuk:
a. setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun
warga negara asing, termasuk Pengusaha Perikanan
yang melakukan kegiatan Usaha Perikanan di
wilayah pengelolaan Negara Republik Indonesia; dan
b. setiap Kapal Perikanan berbendera Indonesia yang
melakukan kegiatan perikanan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
maupun di luar wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia, serta kapal pengangkut
ikan berbendera asing, yang melakukan kegiatan
perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.
(2) Pengusaha Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berdasarkan grosse akta memiliki
Kapal Perikanan yang izinnya diterbitkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menyewa dan/atau mengelola Kapal
Perikanan yang izinnya diterbitkan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang memiliki Unit Pengolahan Ikan;
7
d. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang melakukan kegiatan usaha
mengeluarkan barang berupa produk perikanan dari
daerah pabean (wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,
ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang
di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan);
dan
e. setiap orang yang bertanggung jawab kepada
dan/atau mewakili pihak sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
BAB II
SISTEM HAM PERIKANAN
Pasal 4
(1) Setiap Pengusaha Perikanan wajib melaksanakan Sistem
HAM Perikanan.
(2) Sistem HAM Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Kebijakan HAM;
b. Uji Tuntas HAM; dan
c. Pemulihan HAM.
(3) Dalam melaksanakan Sistem HAM Perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha
Perikanan menunjuk koordinator pelaksana Sistem HAM
Perikanan.
Pasal 5
(1) Kebijakan HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf a dibuat dalam bentuk pernyataan
komitmen untuk mematuhi semua peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(2) Pernyataan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit berisi komitmen Pengusaha Perikanan
untuk:
8
a. menghormati HAM para pihak yang terkena dampak
Pelanggaran HAM terkait kegiatan Usaha Perikanan;
b. menghormati hak untuk kondisi kerja yang adil dan
layak, antara lain hak untuk:
1. remunerasi dan waktu istirahat yang cukup
dan layak;
2. standar hidup layak, termasuk akomodasi,
makan dan minum;
3. mendapatkan pengobatan;
4. mendapatkan asuransi jaminan sosial;
5. mendapatkan perlindungan dari risiko kerja;
dan
6. hak khusus wanita, anak, dan penyandang
disabilitas.
c. menerapkan perjanjian kerja bagi Pekerja dan
perjanjian kerja laut bagi Awak Kapal Perikanan
dengan standar pengupahan yang layak;
d. menghindari terjadinya kerja paksa, antara lain
dalam bentuk:
1. penyalahgunaan kerentanan;
2. penipuan;
3. pembatasan ruang gerak;
4. pengasingan;
5. kekerasan fisik dan seksual;
6. intimidasi dan ancaman;
7. penahanan dokumen identitas;
8. penahanan upah;
9. jeratan hutang;
10. kondisi kerja dan kehidupan yang menyiksa;
dan
11. kerja lembur yang berlebihan.
e. melaksanakan Uji Tuntas HAM;
f. melakukan Pemulihan HAM; dan
g. memberikan pelatihan tentang Sistem HAM
Perikanan kepada Pekerja dan Awak Kapal
Perikanan secara berkelanjutan.
9
(3) Pernyataan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) wajib:
a. ditandatangani oleh Pengusaha Perikanan atau
perwakilannya yang mempunyai wewenang;
b. disosialisasikan kepada dan tersedia bagi publik;
dan
c. dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan
kebijakan maupun prosedur operasional
perusahaan.
Pasal 6
(1) Uji Tuntas HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf b, wajib dilakukan oleh Pengusaha
Perikanan dengan:
a. mengidentifikasi dan menilai setiap dampak
Pelanggaran HAM yang terjadi dan mungkin akan
terjadi yang dapat disebabkan atau turut serta
disebabkan oleh Pengusaha Perikanan terkait
kegiatan Usaha Perikanan;
b. mengambil tindakan penanganan yang efektif atas
hasil identifikasi dan penilaian dampak Pelanggaran
HAM sebagaimana dimaksud pada huruf a, kepada
fungsi dan proses internal yang relevan, termasuk
melalui penugasan internal dalam mengatasi
dampak Pelanggaran HAM tersebut;
c. mengukur efektivitas penanganan dampak
Pelanggaran HAM; dan
d. mengkomunikasikan hasil penanganan dampak
Pelanggaran HAM tersebut kepada para pemangku
kepentingan.
(2) Dalam melaksanakan Uji Tuntas HAM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Perikanan wajib
memenuhi kriteria kepatuhan HAM perikanan.
(3) Kriteria kepatuhan HAM perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja Usaha Perikanan,
paling sedikit berupa:
10
1. ketersediaan prosedur untuk memastikan
keselamatan dan kesehatan kerja;
2. ketersediaan ahli keselamatan dan kesehatan
kerja;
3. ketersediaan akomodasi yang memadai dan
kecukupan gizi Pekerja dan Awak Kapal
Perikanan;
4. pemenuhan persyaratan peralatan dan
perlengkapan kerja oleh Pengusaha Perikanan
untuk memastikan keselamatan dan kesehatan
kerja; dan
5. pelaksanaan pelatihan keselamatan dan
kesehatan bagi Pekerja dan Awak Kapal
Perikanan;
b. sistem perekrutan Pekerja dan Awak Kapal
Perikanan, paling sedikit berupa:
1. prosedur yang memastikan perekrutan Pekerja
dan Awak Kapal Perikanan;
2. pemenuhan persyaratan kompetensi dan usia
minimal bagi Pekerja dan Awak Kapal
Perikanan; dan
3. penerapan perjanjian kerja dan perjanjian kerja
laut.
c. sistem ketenagakerjaan, paling sedikit berupa:
1. pemenuhan persyaratan perjanjian kerja
bersama dan peraturan perusahaan;
2. pemenuhan asuransi kesehatan dan kecelakaan
kerja bagi pekerja; dan
3. pemenuhan persyaratan jaminan sosial.
d. tanggung jawab pengembangan masyarakat yang
berkelanjutan, paling sedikit berupa:
1. penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat
sekitar; dan
2. peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar.
e. sistem keamanan, paling sedikit berupa:
1. pelaksanaan pelatihan HAM bagi personil
keamanan; dan
11
2. integrasi unsur HAM dalam prosedur kerja
keamanan.
f. sistem pengelolaan lingkungan, paling sedikit
berupa:
1. pencegahan terhadap pencemaran lingkungan;
dan
2. pemeliharaan keanekaragaman hayati.
g. sistem pengambilalihan lahan, paling sedikit berupa:
1. pemenuhan persyaratan untuk menghindari
pengambilalihan lahan secara paksa; dan
2. pemenuhan persyaratan atas penggantian yang
wajar.
(4) Kriteria kepatuhan HAM perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 7
Dalam proses Pemulihan HAM sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pengusaha Perikanan wajib
melakukan suatu mekanisme yang efektif dan bekerjasama
dalam proses lainnya yang sah untuk menjamin penyelesaian
dampak Pelanggaran HAM dari kegiatan operasi dan
hubungan bisnis Pengusaha Perikanan.
BAB III
SERTIFIKASI HAM PERIKANAN
Pasal 8
(1) Setiap Pengusaha Perikanan wajib memiliki Sertifikat
HAM Perikanan.
(2) Sertifikat HAM perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Pengusaha
Perikanan yang telah melaksanakan Sistem HAM
Perikanan dan dinyatakan lulus Sertifikasi HAM
Perikanan.
12
(3) Sertifikat HAM Perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
Pasal 9
(1) Dalam rangka perlindungan dan penghormatan HAM
pada Usaha Perikanan termasuk pelaksanaan Sistem dan
Sertifikasi HAM Perikanan, Menteri membentuk Tim HAM
Perikanan.
(2) Tim HAM Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Menteri.
(3) Tim HAM Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) terdiri dari unsur kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, dan lembaga
nonpemerintahan terkait yang dibentuk transparan,
partisipatif, dan akuntabel.
(4) Tim HAM Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang:
a. menentukan persyaratan dan kriteria pelaksanaan
dan pengawasan Sertifikasi HAM Perikanan;
b. mengakreditasi lembaga penilai untuk melakukan
tugas penilaian dalam Sertifikasi HAM Perikanan,
lembaga pelatihan HAM untuk melakukan pelatihan
Sertifikasi HAM Perikanan terhadap lembaga penilai,
dan lembaga pendukung lainnya;
c. memberikan, menolak, menangguhkan dan
mencabut Sertifikat HAM Perikanan kepada
Pengusaha Perikanan; dan
d. melaksanakan tugas dan fungsi lain yang
ditugaskan oleh Menteri dalam rangka perlindungan
dan penghormatan HAM perikanan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
mekanisme Sertifikasi HAM Perikanan serta susunan
organisasi Tim HAM Perikanan ditetapkan oleh Menteri.
BAB IV
PELATIHAN
13
Pasal 10
(1) Dalam rangka pelaksanaan Sistem HAM Perikanan dan
Sertifikasi HAM Perikanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan melakukan pelatihan pelaksanaan Sistem
HAM Perikanan dan Sertifikasi HAM Perikanan.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada:
a. Pengusaha Perikanan, termasuk koordinator
pelaksana;
b. lembaga penilai;
c. pengawas perikanan;
d. syahbandar di pelabuhan perikanan; dan
e. orang perseorangan serta lembaga terkait lainnya.
(3) Koordinator pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a wajib mengikuti pelatihan dan mendapat
sertifikat kompetensi Sistem HAM Perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam memberikan pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Kementerian Kelautan dan
Perikanan dapat menunjuk lembaga pelatihan yang telah
diakreditasi oleh Tim HAM Perikanan.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 11
(1) Pengawasan terhadap perlindungan dan penghormatan
HAM pada Usaha Perikanan dilakukan oleh pengawas
perikanan, syahbandar di pelabuhan perikanan,
dan/atau pejabat berwenang lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pengawas perikanan, syahbandar di
pelabuhan perikanan, dan/atau pejabat berwenang
lainnya melakukan koordinasi dengan Tim HAM
Perikanan.
14
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Tim HAM Perikanan.
BAB VI
SANKSI
Pasal 12
(1) Setiap Pengusaha Perikanan yang tidak memiliki
Sertifikat HAM Perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa:
a. pembekuan izin Usaha Perikanan, izin penangkapan
ikan dan/atau izin kapal pengangkut ikan;
b. pencabutan izin Usaha Perikanan, izin penangkapan
ikan dan/atau izin kapal pengangkut ikan; dan/atau
c. rekomendasi pencabutan izin penggunaan tenaga
kerja kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
(2) Setiap Pengusaha Perikanan yang memiliki Sertifikat
HAM Perikanan namun melakukan pelanggaran kriteria
kepatuhan HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3) dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan Sertifikat HAM Perikanan dan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat diumumkan oleh Menteri melalui
media elektronik dan/atau media cetak kepada publik.
(4) Nakhoda atau Ahli Penangkapan Ikan yang menyebabkan
terjadinya dampak Pelanggaran HAM Perikanan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
Ketentuan mengenai Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha
Perikanan dalam Peraturan Menteri ini dapat berlaku secara
15
mutatis mutandis terhadap Usaha Perikanan yang
perizinannya diterbitkan oleh Gubernur.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Peraturan Menteri di bidang perikanan yang mengatur:
a. perizinan Usaha Perikanan;
b. penerbitan surat laik operasi;
c. penerbitan surat persetujuan berlayar;
d. penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan dan
Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu;
e. pelaksanaan tugas pengawasan perikanan; dan
f. pelaksanaan tugas kesyahbandaran di pelabuhan
perikanan,
wajib menyesuaikan pengaturannya pada Peraturan Menteri
ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Desember 2015
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
SUSI PUDJIASTUTI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1841
More
Less
Translation education
Graduate diploma - Pontianak Foreign Language Academy
Experience
Years of experience: 21. Registered at ProZ.com: Oct 2010.
I am a linguist professional who has been in this business for over ten years. I was graduated from Pontianak Foreign Language Academy. I started working in this field since 2002 when I joined and worked with a translation firm. I am married with two children. I value life and the importance of punctuality. I take my word seriously and would rather suffer a loss in order to honor my promise. I enjoy being around people and associating with friends and making new friends. I love cooking and sharing my food. I work well in a team. I love nature and respect the environment. I love exploring the nature whenever my life condition allows me to do it. I love reading all kinds of materials including science and world news.